Rabu, 15 April 2009

Mengenal “Love Chemistry” : PEA dan Dopamin

Sebelum sampai ke hati, aliran-aliran cinta akan singgah terlebih dahulu di otak untuk menjalani proses kimia. Dalam proses persinggahan tersebut membutuhkan tahapan-tahapan yang sungguh rumit sehingga proses jatuh cinta tidak sesederhana peribahasa dari “mata turun ke hati.” Dari sisi pandang kimiawi, perasaan cinta setelah selang beberapa waktu akan menghilang sedikit demi sedikit, selanjutnya muncul rasa-rasa lain, seperti kasih sayang, rasa aman dan nyaman.

Dalam pandangan ilmiah, perasaan cinta dan kasih sayang yang timbul antara dua orang yang berlainan jenis tidak terlepas dari peranan senyawa-senyawa kimia yang membentuk rasa cinta diantara keduanya. Jika orang sudah jatuh cinta kepada lain jenis, maka ada tanda-tanda yang dapat kita lihat antara lain malu-malu jika orang yang dicintai memandanginya, tunduk kepada perintah orang yang dicintai, dan gemetaran tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut. Tidak jarang pula timbul perasaan cemburu kepada orang yang dicintai tatkala perdampingan dengan oranglain.

Ada beberapa tahapan proses sebelum falling in love, awalnya terjadi kontak antara dua orang melalui tatapan, berdekatan, berbicara atau yang lainnya. Selanjutnya otak akan terangsang untuk menghasilkan tiga senyawa cinta, phenyletilamine (PEA), dopamine dan nenopinephrine. Dari ketiga senyawa tersebut, senyawa PEA yang paling berperan dalam proses kimiawi cinta. Senyawa ini juga yang mengakibatkan malu ketika berpandangan dengan orang anda sukai.

Tahap selanjutnya adalah pengikatan, pada tahap ini tubuh akan memproduksi senyawa endropin. Senyawa inilah yang akan menimbulkan perasaan aman, damai, dan tentram. Otak akan memproduksi senyawa ini apabila orang yang kita kasihi berada di dekat kita. Pada tahap akhir adalah persenyawaan kimia, hormon oksitosin yang dihasilkan oleh otak kecil mempunyai peranan dalam hal membuat rasa cinta itu menjadi lebih rukun dan mesra antara keduanya. Menurut para pakar kimia, kesetiaan pada pasangan berhubungan dengan kadar oksitosin yang tinggi, oksitosin ini dapat membuat kita hidup rukun sampai berusia lanjut.

PEA dan Dopamin Phenyletilamine (PEA) atau β-Phenylethylamine atau 2-feniletilamina mempunyai berat molekul 121,18, titik didih sebesar 197-2000 C dan berat jenis 0,965, adalah alkaloid atau monoamine. Di dalam otak manusia dipercaya berfungsi sebagai neuromodulator atau neurotransmitter. PEA merupakan komponen alami yang disintesa dari asam amino phenylalanine dengan bantuan enzim decarboxylation. Senyawa ini dapat dengan cepat bergerak dengan bantuan enzim MAO-B. Struktur PEA dapat juga ditemukan pada bagian atau komplek dari siklus tertentu seperti pada siklus pembentukan morfin. PEA ditemukan pada berbagai jenis makanan yang telah mengalami proses fermentasi mikroba. Paling banyak terkandung dalam coklat, mungkin ini sebabnya orang suka memberi coklat pada seseorang yang dicintainya.

Ada dua struktur dopamine yang pertama yaitu 3-hidroksitiraminihidrogenbromida atau 3,4-dihidroksiphenentilamin dengan berat molekul 234,10, titik lebur 218-2200 dan 3-hidroksitiraminhidrogenklorida atau 3,4-dihidroksiphenetilamin yang mempunyai berat molekul 189,64 dan titik lebur 241 – 243 C. Peran dopamin pada saat jatuh cinta adalah perasaan senang, gembira dan nikmat. Bersama dengan meningkatnya kadar adrenalin yang mempercepat denyut jantung, serta rendahnya kadar serotonin yang menyebabkan rasa kepemilikan, dopamin memberikan efek membahagiakan, meningkatan energi, menurunkan nafsu makan, dan mengurangi konsentrasi.

Seseorang dengan kadar dopamine yang tinggi akan terfokus kepada pasangannya dan dalam jangka waktu tertentu setelah hubungan seksual, oksitosin dan vasopressin akan mempengaruhi jalur-jalur dopamin dan adrenalin, sehingga menyebabkan kadar kedua molekul ini menurun. Penelitian Helen Fisher dan kawan-kawan, ketika seseorang memandang kekasih hatinya, dopamin akan merangsang bagian ventral tegmental dan caudate nucleus di otak menyala.
Dalam dosis yang tepat, dopamin menciptakan kekuatan, kegembiraan, perhatian yang terpusat, serta dorongan yang kuat untuk memberikan imbalan. Itulah sebabnya jatuh cinta dapat membuat makan tak enak, tidur tak nyenyak. Peneliti-peneliti lain menunjukkan bahwa gangguan kimiawi tubuh memang terbukti ketika seseorang jatuh cinta. Misalnya didapatkan bahwa kadar serotonin orang yang terobsesi dan kekasihnya 40 persen lebih rendah dari kadar serotonin orang normal.

Tidak mustahil, suatu saat nanti, jika mekanisme dopamin dalam otak manusia terungkap secara gamblang dan jelas, anda meminta dokter untuk memberikan resep meningkatkan konsentrasi “love chemistry”`. Tetapi janganlah kita terperangkap pada kaidah ilmiah semata. Masalah cinta, sebenarnya bukan hanya untuk lawan jenis, tetapi perasaan cinta seseorang kepada suami-istri, anak, teman, adik, serta saudara yang lain. Dan ingatlah bahwa segala sesuatu tersebut adalah karunia Allah SWT sehingga cinta yang abadi haruslah kita berikan kepada Allah SWT. Semoga!!

1 komentar:

  1. Kalau dalam fisika, keakuratan pengukuran di batasi oleh konstanta planck.
    Tapi kalo dalam kehidupan JIWA, keakuratan pengukuran menjadi sangat tidak terprediksi.
    siapa yang menyangka kalau orang itu ternyata membenci kita? atau malah mencintai kita?
    apakah ada alat ukurnya?

    life is mystery, enjoy it with chemistry
    and physics too...

    (hanya komen sembarangan)

    BalasHapus